MAKALAH FIQIH MUAMALAH
MAKALAH
FIQIH MUAMALAH
Hukum
Rahn (gadai)
Dosen
Pengampu : Fuad Ashari, M.E
1. Ma’ridatus
Solihah
2. Tri
Puji Sudi Astuti
3. Siti
Maslikah
SEKOLAH TINGGI
ILMU SYARI’AH ( STIS )
YAYASAN DARUSY
SYAFA’AH
KOTAGAJAH
LAMPUNG - TENGAH
1440 H / 2018 M
KATA PENGANTAR
Assalamu’alaikum,Wr.Wb.
Puji syukur saya panjatkan kehadirat Allah SWT
yang telah melimpahkan rahmat dan hidayahnya, sehingga saya dapat menyelesaikan
makalah ini.
Solawat salam tetap tercurahkan kepada
Rasulullah SAW. Yang kita nantikan syafaatnya kelak di hari akhir.
Saya ucapkan terima kasih kepada semua pihak
yang telah memberikan bantuan moril ataupun materil sehingga penulis dapat menyelesaikan
makalah ini.
Saya menyadari terdapat banyak kekurangan
dalam penulisan makalah ini, oleh karena itu saya mengharapkan kritik dan saran
yang membangun. Dan semoga makalah ini dapat bermanfaat khususnya bagi saya
selaku penulis dan umumnya bagi para pembaca.
Akhirnya, hanya kepada Allah SWT saya mohon, semoga usaha ini merupakan usaha yang murni bagi-Nya dan berguna bagi kita sekalian sampai hari kemudian.
Wassalamu’alaikum,Wr.Wb.
Kotasari
I, 25 September 2018
(Penulis)
DAFTAR ISI
Halaman Judul
Kata Pengantar....................................................................................................... ii
Dartar Isi.................................................................................................................
iii
BAB
I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang......................................................................................................
1
B. Rumusan Masalah.................................................................................................
1
BAB
II PEMBAHASAN
A. Pengertian Rahn
(gadai)........................................................................................
2
B. Dasar Hukum
Rahn...............................................................................................
2
C. Rukun Dan
Syarat Rahn.......................................................................................
3
D. Manfaat Rahn........................................................................................................
3
E. Gadai
Konfensional dan gadai Syariah.................................................................
4
BAB
III PENUTUP
A. Kesimpulan............................................................................................................
9
DAFTAR PUSTAKA..............................................................................................
10
BAB I
PENDAHULUAN
A.
Latar
Belakang
Islam
agama yang lengkap dan sempurna telah meletakkan kaedah-kaedah dasar dan aturan
dalam semua sisi kehidupan manusia baik dalam ibadah dan juga mu’amalah
(hubungan antar makhluk). Setiap orang mesti butuh berinteraksi dengan lainnya
untuk saling menutupi kebutuhan dan saling tolong menolong diantara mereka.
Karena itulah sangat perlu sekali kita mengetahui aturan islam dalam seluruh
sisi kehidupan kita sehari-hari, diantaranya yang bersifat interaksi social
dengan sesama manusia, khususnya berkenaan dengan berpindahnya harta dari satu
tangan ketangan yang lainnya.
Hutang piutang
terkadang tidak dapat dihindari, padahal banyak bermunculan fenomena
ketidakpercayaan diantara manusia, khususnya dizaman kiwari ini. Sehingga orang
terdesak untuk meminta jaminan benda atau barang berharga dalam meminjamkan
hartanya. Dalam hal jual beli sungguh beragam, bermacam-macam cara orang untuk
mencari uang dan salah satunya dengan cara Rahn (gadai). Para ulama berpendapat
bahwa gadai boleh dilakukan dan tidak termasuk riba jika memenuhi syarat dan
rukunnya. Akan tetapi banyak sekali orang yang melalaikan masalah
tersebut senghingga tidak sedikit dari mereka yang melakukan gadai asal-asalan
tampa mengetahui dasar hukum gadai tersebut. Oleh karena itu kami akan mencoba
sedikit menjelaskan apa itu gadai dan hukumnya.[1]
B.
Rumusan
Masalah
1.
Apa
Pengertian Rahn?
2.
Apa
Dasar Hukum Rahn?
3.
Apa
sajakah Rukun dan Syarat Rahn?
4.
Apa
persamaan dan perbedaan gadai kofensional dan gadai syariah?
BAB
II
PEMBAHASAN
A.
Pengertian
Rahn
Lafadh (الرهن) gadai secara (lughat) bahasa
artinya tetap. Menurut syara’ ialah menjadikan barang yang bernialai harta
sebagai kepercayaan hutang yang akan dibayar dari barang tersebut jika terpaksa
pihak penghutang tidak dapat melunasinya.[2]
Rahn (gadai) adalah menjadikan barang materi
sebagai jaminan hutang yang menjadi alat pelunasan ketika sulit untuk melunasi.
Gadai diharuskan ijab qabul (serah terima) dan disyaratkan orang yang gadai dan
penerimanya haruslah mutlak tasarruf. Setiap barang yang sah dijual maka sah
digadaikan untuk hutang yang telah menjadi tanggungan. Oleh karenanya tidak sah
gadai atas barang, seperti gadai atas barang yang dipinjamkan.[3]
Rahn (gadai)
adalah akad untuk menjadikan barang sebagai jaminan utang yang bisa digunakan
untuk membayarnya ketika jatuh tempo.[4]
B.
Dasar
Hukum Rahn
Akad rahn diperbolehkan oleh syara’
dengan berbagai dalil Al-Qur’an ataupun Hadits nabi SAW. Begitu juga dalam
ijma’ ulama’. Diantaranya firman Allah dalam Qs.Al-baqarah; 283.
وَإِن كُنتُمْ عَلَىٰ سَفَرٍ وَلَمْ تَجِدُوا
كَاتِبًا فَرِهَانٌ مَّقْبُوضَةٌ ۖ فَإِنْ أَمِنَ بَعْضُكُم بَعْضًا فَلْيُؤَدِّ
الَّذِي اؤْتُمِنَ أَمَانَتَه وَلْيَتَّقِ اللَّهَ رَبَّهُ ۗ وَلَا تَكْتُمُوا
الشَّهَادَةَ ۚ وَمَن يَكْتُمْهَا فَإِنَّهُ آثِمٌ قَلْبُهُ ۗ وَاللَّهُ بِمَا
تَعْمَلُونَعَلِيمٌ
“Jika kamu dalam perjalanan (dan bermu’amalah tidak secara
tunai)sedang kamu tidak memperoleh seorang penulis, maka hendaklah ada barang
tanggungan yang dipegang (oleh yang berpiutang). (QS. Al-Baqarah :283)[5]
عَنْ عَائِشَةَ
رَضِيَ اللهُ عَنْهُمَا اَنَّ النَّبِيُّ صَلَّى اللهٌ عَلَيْهِ وَسلَّم
اشْتَرَىطَعَامًا مِنْ يَهُوْدِىِّ اِلَى اَجَلِ وَرَهَنَهُ دِرْعًامِنْ حَدِيْد
“Sesungguhnya Nabi SAW. Menggadaikan baju perangnya kepada
seorang yahudi, Abu Asy-Syahm sebagai jaminan atas 30 sha’ gandum untuk
keluarga beliau” (HR. Bukhori Muslim)[6]
Landasan hokum berikutnya adalah ijma’ ulama
atas hokum mubah (Boleh) dalam perjanjian Gadai, adapun mengenai prinsip
Rahn (Gadai) telah memiliki fatwa dari Dewan Syari’ah Nasional Majelis Ulama
Indoneseia yaitu fatwa dewan Syari’ah Nasional Nomor 25/DSN-MUI//III/2002
tentang rahn dan fatwa Dewan Syari’ah Nasional Nomor 26/DSN-MUI/III/2002
tentang Rahn Emas.[7]
C.
Rukun
dan Syarat Rahn
Rukun Rahn ada
4 yaitu ‘aqidani, marhun, marhun bih,
dan shighah, berikut penjelasannya :
1.
‘aqidani, yaitu : Rahin (orang yang menggadaikan) dan murtahin (orang yang menerima gadai).
Syarat dari
keduanya harus ahli tabarru’, yakni
orang baligh, sehat akal, bukan safih dan tidak dipaksa.
2.
Marhun, yaitu barang yang
digadaikan. Syaratnya :
a.
Berupa
barang yang sesuai dengan syarat mabi’
b.
Tidak
mudah rusak sebelum jatuh tempo hutang
c.
Tidak
boleh digadaikan lagi untuk hutang yang lain
d.
Murtahin hanya berhak
menyimpan, tidak memanfaatkan / memilikinya
e.
Jika
hutangnya sudah jatuh tempo, maka murtahin
boleh menjualnya dengan didampingi rahin
untuk membayar hutangnya
f.
Murtahin wajib
mengganti kerusakan marhun jika ia
ceroboh dalam menyimpannya.
3.
Marhun bih, yaitu hutang.
Syaratnya :
a.
Berupa
tanggungan hutang. Jika bukan hutang, seperti barang curian, pinjaman, titipan,
modal mudhorobah dan lainnya, maka
tidak sah menggadaikan sesuatu untuknya.
b.
Hutang
yang sudah jadi (tsubut), tidak bisa
dibatalkan lagi.
c.
Maklum
jumlahnya bagi kedua pihak.
4.
Shighah, yaitu bahasa
transaksi. Syaratnya :
a.
Seperti
syarat dalam jual beli
b.
Tidak
mencantumkan syarat yang merugikan salah satu pihak, seperti :
1)
Marhun boleh
mengambil keuntungan dari barang gadai.
D.
Manfaat
Rahn
Manfaat yang
dapat di ambil oleh bank dari prinsip ar-rahn adalah:
1.
Menjaga kemungkinan nasabah untuk lalai atau
bermain-main dengan fasilitas pembiayaan yang diberikan.
2.
Memberikan keamanan bagi segenap penabung dan
pemegang deposito bahwa dananya tidak akan hilang begitu saja. Jika nasabah
peminjam ingkar janji, ada suatu asset atau barang (marhun) yang
dipegang oleh bank.
3.
Jika rahn diterapkan dalam mekanisme
pegadaian, maka akan sangat membantu saudara kita yang kesulitan dana terutama
didaerah-daerah.[9]
E.
Gadai
Konfensional dan Gadai Syariah
1.
Pengertian
a)
Gadai Konfensional
Pegadaian
Konvensional (Umum) adalah suatu hak yang diperbolehkan seseorang yang
mempunyai pitutang atas suatu barang bergerak. Barang bergerak tersebut
diserahkan kepada orang yang berpiutang oleh seorang yang mempunyai utang atau
oleh orang lain atas nama orang yang mempunyai utang, seseorang yang berutang
tersebut memberikan kekuasaan kepada orang yang berpiutang untuk menggunakan
barang bergerak yang telah diserahkan untuk melunasi utang apabila pihak yang
berutang tidak dapat melunasi kewajibannya ada saat jatuh tempo.
Perusahaan umum
Pegadaian adalah suatu badan usaha di Indonesia yang secara resmi mempunyai
izin untuk melaksanakan kegiatan lembaga keuangan berupa pembiayaan dalam
bentuk penyaluran dana ke Masyarakat atas dasar hokum gadai.
b)
Gadai Syariah
Gadai dalam
perspektif islam disebut dengan istilah Rahn, yaitu perjanjian untuk menahan
sesuatu barang sebagai jaminan atau tanggungan utang. Kata Rahn secara
etimologi berarti “Tetap, Berlangsung, dan Menahan”. Maka Dari segi bahasa Rahn
bisa diartikan sebagai menahan sesuatu dengan tetap. Ar Rahn Adalah menahan
salah satu harta milik sipeminjam sebagai jaminan atas pinjaman yang
diterimanya.
Rahn merupakan
suatu akad utang piutang dengan menjadikan barang yang mempunyai nilai harta
menurut pandangan syara’ sebagai jaminan, hingga orang yang bersangkutan boleh
mengambil utang.[10]
2.
Perbedaa
Teknis Pelaksanaan
a)
Mekanisme Pegadaian Konvensional
Dalam pegadaian, obyek yang digadaikan biasanya
terdiri dari emas dan perhiasan lainnya. Meskipun perhiasan berlian kurang
diminati oleh pegadaian, karena beberapa factor dalam prakteknya yaitu adanya
penipuan. Jadi yang lebih diminati adalah emas, karena lebih mudah ditandai
keasliannya. Selain perhiasan, diterima pula kendaraan seperti mobil, motor
dll, meskipun tetap yang lebih disukai adalah emas. Cara kerja pegadaian yang
konvensional ini adalah dengan cara: orang yang perlu uang datang ke tempat
pegadaian, mereka akan menyerahkan barang yang akan digadaikan, barang yang
akan digadaikan ini akan ditaksir oleh petugas, dan nilai taksirannya akan
diberikan dalam bentuk uang. Sehingga orang yang memerlukan uang itu akan
menerima sejumlah uang, sesuai nilai taksir barang yang digadaikannya. Mereka
biasanya menggadaikan barangnya selama 4, 6 bulan, sesuai yang disepakati, tapi
biasanya tidak lebih dari 1 tahun. Jadi biasanya kegunaannya ini agak berbeda
dari bank yang bisa 2 atau 3 tahun, ini untuk kegunaan yang mendesak.”,
Layaknya pada lembaga keuangan lainnya, pegadaian pun mengenakan bunga untuk
jasa yang dilakukannya.
Dari jumlah uang yang diberikan tersebut, maka
pegadaian akan mengenakan jasa uang, atau yang di perbankan disebut bunga.
Sehingga orang yang menggadaikan tadi akan membayarkan bunga, dan pada saat
jatuh temponya mereka akan membayar kembali barang tersebut, sehingga mereka
memperoleh kembali barangnya. Secara ringkas itu adalah cara kerja pegadaian
yang konvensional.
b)
Mekanisme Pegadaian Syari’ah
Sedangkan pada pegadaian syariah, proses
pinjam-meminjamnya masih sama dengan pegadaian konvensional. Secara umum tidak
ada perbedaan dari sisi peminjam. Hanya saja, bunga yang dikenakan pada
pegadaian konvensional, diganti dengan biaya penitipan pada pegadaian syariah.
Sedangkan pegadaian syariah mempunyai mekanisme
yang sedikit berbeda. Yaitu yang pertama, apabila ada orang yang membutuhkan
uang dan mereka datang ke pegadaian syariah, maka secara teknis akan dilakukan
penaksiran terhadap barang yang akan digadaikan. Kemudian setelah dilakukan
penaksiran terhadap barang yang digadaikan, orang tersebut akan mendapatkan
sejumlah dana sesuai nilai taksiran tersbut. Sampai sini masih sama dengan
pegadaian konvensional, di mana terjadi proses pinjam-meminjam uang. Bedanya di
pegadaian konvensional dikenakan bunga, yang biasa disebut jasa uang, sedangkan
di syariah mereka tidak bisa mengenakan bunga atau jasa uang. Lalu dari mana
pegadaian syariah mendapatkan keuntungan jika mereka tidak bisa mengenakan
bunga atau yang tadi kita sebut sebagai jasa uang? Barang yang digadaikan
tersebut, harus dtitipkan. Tempat penitipan inilah yang dibayar jasanya. Jadi
ada jasa penitipan barang.. Jasa pentipan ini tidak serta merta dikalikan dari
persentase tertentu, tapi dia dikaitkan dengan suatu rate tertentu. Misalnya
kalau barangnya sekian gram sampai sekian gram, biaya penitipannya sekian.
Sehinga yang terjadi di pegadaian syariah ini, nasabah dikenakan charge berupa
biaya tempat pentipian. Jadi mereka membayar biaya sewa penitipan.
Selain dari biaya sewa penitipan yang
menggantikan bunga, dalam pegadaian syariah peminjam cuma bisa menggadaikan
barang dalam bentuk emas, dan belum bisa dalam bentuk barang yang lainnya
seperti pada pegadaian konvensional.
Di dalam pegadaian syariah juga, perbedaan
berikutnya, yang dilakukan sejauh ini hanya gadai emas saja. Sedangkan gadai
perhiasan di luar emas, yang dinilai emasnya saja. Begitu juga gadai mobil,
motor, belum dilakukan di pegadaian syariah. Sehingga dalam pegadaian syariah
ini masih terbatas dalam emas saja dan dikenakan biaya penyewaan tempat
penitipan. Sama dengan konvensional, di pegadaian syariah pun jangka waktunya
tidak panjang. Hanya sekitar 4, 6, 8 atau 12 bulan saja. Tidak melebihi dari
itu, karena pegadaian ini harus kita gunakan secara hati hati untuk keperluan
yang betul-betul mendesak dan penting saja. Untuk kebutuhan lain, pegadaian
bukanlah tempat yang cocok untuk memenuhi kebutuhan yang sifatnya lebih jangka
panjang dan nilainya lebih besar.[11]
INDIKATOR
|
Rahn ( Gadai Syariah )
|
Gadai Konvensional
|
Konsep Dasar
|
Tolong menolong ( jasa pemeliharaan barang jaminan)
|
Profit Oriented ( Bunga dari pinjaman pokok/ biaya sewa
modal)
|
Jenis Barang Jaminan
|
Barang bergerak dan tidak bergerak
|
Hanya barang bergerak
|
Beban
|
Biaya pembiayaan
|
Bunga (dari pokok pinjaman)
|
Lembaga
|
Hanya bisa dilakukan oleh lembaga (perum penggadaian)
|
Bisa dilakukan perseorangan
|
Perlakuan
|
Dijual (kelebihan dikembalikan kepada yang memiliki)
|
Dilelang
|
BAB III
PENUTUP
A.
Kesimpulan
Rahn (gadai) adalah akad untuk menjadikan barang sebagai jaminan
utang yang bisa digunakan untuk membayarnya ketika jatuh tempo.
Landasan hokum
rahn adalah Al-Qur’an, Hadist, ijma’ ulama atas hukum mubah (Boleh) dalam
perjanjian Gadai, adapun mengenai prinsip Rahn (Gadai) telah memiliki
fatwa dari Dewan Syari’ah Nasional Majelis Ulama Indoneseia yaitu fatwa dewan
Syari’ah Nasional Nomor 25/DSN-MUI//III/2002 tentang rahn dan fatwa Dewan
Syari’ah Nasional Nomor 26/DSN-MUI/III/2002 tentang Rahn Emas.
Rukun Rahn ada 4 yaitu :
1.
‘aqidani,
2.
marhun,
3.
marhun bih, dan
4.
shighah
Perbedaan dan Persamaan Gadai Syariah dan Gadai Konvensional
1.
Persamaan
Gadai Konvensional dengan Gadai Syariah
a)
Hak gadai
berlaku atas pinjaman uang
b)
Adanya
agunan (barang jaminan) sebagai jaminan utang
c)
Apabila
batas waktu pinjaman uang telah habis , barang yang di gadaikan boleh di jual
atau di lelang
2. Perbedaan gadai syariah dengan gadai konvensional
Perbedaan
rahn syariah dan konvensional yaitu gadai
syariah dilakukan secara suka rela tanpa mecari keuntungan, seadangakn gadai
konvensional dilakukan dengan prinsip tolong- menolong tetapi juga menarik
keuntungan. Dan persamaan rahn dengan gadai yaitu adanya agunan (barang
jaminan) sebagai jaminan utang.
DAFTAR PUSTAKA
Ust. A. Hufaf
Ibry, Fathul Qarib Al-Mujib Study Fiqih Islam Versi Pesantren, Surabaya,
Al-Miftah, 2008
Faisal Amin
dkk, Menyingkap Sejuta Permasalahan Dalam
Fath Al-Qarib, Lirboyo, Lirboyo Press, 2015.
Andi Ali Akbar,
Prinsip-Prinsip Dasar Transaksi Syari’ah,
Jawa Timur, Pustaka Blok Agung, 2014.
Dr. Mardani, Ayat-Ayat Dan Hadis Ekonomi Syariah, Jakarta, Rajawali
Pres, 2017.
[1] http://zezameirisenthia90.blogspot.com/2016/06/makalah-fiqh-muamalah-gadai-rahn.html
[2]
Ust.
A. Hufaf Ibry, Fathul Qarib Al-Mujib Study Fiqih Islam Versi Pesantren,
Hal. 399
[3] Faisal
Amin dkk, Menyingkap Sejuta Permasalahan
Dalam Fath Al-Qarib, Hal.
[4] Andi Ali Akbar,
Prinsip-Prinsip Dasar Transaksi Syari’ah,
Hal. 59
[5] Al-Qur’an
departemen agama
[6] Dr. Mardani, Ayat-Ayat
Dan Hadis Ekonomi Syariah, Hal. 140
[7] https://nerynhaulfa.wordpress.com/2013/05/09/makalah-pegadaian-syariah-vs-pegadaian-konvensional/
[8] Andi Ali Akbar,
Prinsip-Prinsip Dasar Transaksi Syari’ah,
Hal. 59-60
[9] http://zezameirisenthia90.blogspot.com/2016/06/makalah-fiqh-muamalah-gadai-rahn.html
[10] https://nerynhaulfa.wordpress.com/2013/05/09/makalah-pegadaian-syariah-vs-pegadaian-konvensional
[11] https://nerynhaulfa.wordpress.com/2013/05/09/makalah-pegadaian-syariah-vs-pegadaian-konvensional
MAKALAH FIQIH MUAMALAH
Reviewed by Ma'ridatus Solihah
on
November 02, 2018
Rating:
![MAKALAH FIQIH MUAMALAH](https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEjL3SPEdB0hRZG13qPVo-EVsQNVRzuav00PbXwBql9D7cDWcr0JWZoy69ihqT-sC9WlAnqn5VgtRollUmI7JuHOYAFgUEjgT40huCUmuIenKz1Z2SOcfjA5v93ww9Iq1L8Pes_snIF9ZiE3/s72-c/cropped-cropped-Logo-STIS-web-1-1.png)
No comments